Buku
Dari mana Datangnya Ide
Duduk dan lakukan! Begitu nasihat Josip Novakovich dalam bukunya, Berguru kepada Sastrawan Dunia. Masalahnya apa yang harus dilakukan kalau tidak ada ide untuk dituliskan? Mungkin itu pertanyaan yang segera muncul di kepala kamu. Suatu kali teman saya, penulis cerpen di majalah remaja, bertanya seperti ini, “Apakah kamu pernah merasa takut kehabisan ide?”
Hmm … rasanya saya lebih takut kehabisan waktu dan motivasi untuk menulis daripada takut kehilangan ide. Bahkan seringkali saya kesulitan menulis, justru karena begitu banyak ide yang berebut minta dituangkan menjadi sebuah cerita.
Yup, ide itu ada di sekitar kita. Terkadang ada di dalam diri kita sendiri. Hanya saja, kita sering lebih suka mencari-cari semut di seberang lautan, sementara gajah di pelupuk mata tidak tampak.
Lalu bagaimanakah caranya agar gajah di pelupuk mata itu dapat terlihat? Apa yang harus dilakukan, agar kita tak perlu mencari-cari semut di seberang lautan, dan membuat semut-semut itu merubungi kita?
Berikut ini prinsip-prinsip yang dapat kamu terapkan dalam mengelola ide menjadi sebuah fiksi:
Prinsip #1:
Penulis yang baik adalah pengamat yang baik
Seorang penulis sudah semestinya adalah seorang pengamat. Penulis yang baik adalah pengamat yang baik. Pengamat yang baik haruslah memiliki kepekaan dan ketertarikan pada segala hal.
Ketertarikan seorang penulis pada objek yang dianggap remeh dan biasa oleh sebagian orang, membuatnya tak akan pernah kehabisan cerita. Seperti menimbun ide di lumbung imaji.
Seorang teman di FLP pernah mengatakan pada saya, kalau dia tidak suka menulis tentang terminal dan pasar karena menganggap tidak ada hal yang menarik untuk diceritakan.
Bagaimana kita dapat menjadi pengamat yang memiliki kepekaan jika kita membatasi ketertarikan pada sesuatu? Padahal, menjadi pengamat yang baik adalah kunci menjadi penulis yang baik, yang dengannya kita tak akan pernah kehabisan ide cerita untuk dituliskan.
Mulai sekarang buka mata dan telinga. Perhatikan sekitar kamu. Apakah ada yang bisa kamu tuliskan? Jangan melakukan pemilahan berdasarkan kemenarikan. Karena yang kamu anggap tidak menarik, bisa jadi sangat menarik bagi orang lain.
Cobalah belajar untuk mencari hal menarik dari sesuatu yang selama ini kamu anggap tidak menarik. Jika prinsip pertama ini kamu jalankan, kamu tak akan pernah kehabisan bahan cerita untuk dituliskan.
Prinsip #2:
Realitas sebagai bahan mentah
Setelah novel remaja pertama saya, Pemuda dalam Mimpi Edelweiss (Lingkar Pena Publishing House, 2006) diterbitkan, banyak pembaca yang bertanya pada saya melalui email atau ponsel: “Apakah karya itu berdasarkan kisah nyata?”
Novel itu bercerita tentang seorang gadis pendaki bernama Edelweiss. Bukan kebetulan jika saya juga sering naik gunung. Maka banyak pembaca mengira, tokoh Fajar (kakaknya Edelweiss) dalam novel itu tak lain adalah diri saya sendiri. Dan Edelweiss adalah penjelmaan dari adik saya. Kebetulan memang saya dua bersaudara. Dan kebetulan pula adik saya perempuan. Hanya saja, adik saya bukan seorang pendaki, bahkan seumur hidupnya belum pernah mendaki gunung. Kehidupan adik saya jauh dari dunia pendakian. Kalau begitu, bagaimana tokoh Edelweiss itu bisa hadir?
Kalau Plato beranggapan bahwa sastra dan seni hanya peniruan, peneladanan, atau pencerminan dari kenyataan, Aristoteles di pihak lain, beranggapan bahwa dalam proses penciptaan, sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan, tetapi sekaligus menciptakan sebuah “dunia” dengan kekuatan kreativitasnya. Dunia yang diciptakan pengarang adalah sebuah dunia yang baru, dunia yang diidealkan, dunia yang mungkin dan dapat terjadi walau sebenarnya tidak pernah terjadi.
Pendapat Aristoteles ini menjelaskan pada kita, mengapa novel fiksi yang saya tulis, membuat pembaca menduga kalau karya itu ditulis berdasarkan kisah nyata saya. Realitas di dalam dunia fiksi hanyalah bahan mentah untuk mengkreasi “dunia baru”, yaitu dunia fiksi.
Prinsip yang kedua ini, realitas atau kenyataan hidup yang kita alami bukanlah cerita yang sudah jadi, tetapi bahan mentah. Kita perlu mengolah bahan itu agar menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dinikmati.
Tidak tersedia versi lain