Buku
Kota Pelabuhan Semarang Dalam Kuasa Kolonial : Implikasi Sosial Budaya Kebijakan Maritim, Tahun 1800an - 1940an
Semarang merupakan kota pelabuhan yang berkembang terutama sejak abad XVIII, setelah dikuasai Belanda. Seiring dengan berjalannya waktu, Semarang menjadi pelabuhan vital terbesar ke-2 pada medio abad XIX dan ke-3 pada abad XX. Hal ini menyebabkan kota pelabuhan Semarang semakin berkembang dan memiliki populasi yang padat. Pemerintah kolonial kemudian melakukan penataan kota pelabuhan Semarang yang melibatkan banyak tangan, terutama dari pihak kolonial, pribumi (Jawa) serta etnis lainya. Sudah barang tentu, heterogenitas masyarakat di sekitar pelabuhan juga menjadi kendala pemerintah kolonial dalam mengimplementasikan pengembangan kota pelabuhan. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada aspek kehidupan sosial budaya masyarakat di kota pelabuhan Semarang. Hal tersebut diulas mendalam menggunakan metode sejarah, sehingga penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menjelaskan hubungan sebab-akibat. Kuasa pemerintah kolonial memunculkan kebijakan terkait pengembangan pelabuhan kemudian menjadikan Semarang sebagai kota pelabuhan dengan penduduk yang heterogen dan padat. Oleh karena itu, heterogenitas dan kepadatan penduduk berimplikasi pada perubahan tata kota dan kehidupan sosial budaya, karena singgungan lintas etnis. Muncul patologi sosial terkait perdagangan manusia, penyelundupan senjata dan opium. Selain itu, muncul karya budaya baru, seperti dalam seni musik jawa (gending Cinonagih) sebagai bentuk akulturasi etnis Jawa-dan Tionghoa, serta tradisi Dugderan dengan Warak Ngendok sebagai akulturasi multietnis di kota pelabuhan Semarang.
Tidak tersedia versi lain